Para Malaikat adalah Cahaya-cahaya Alloh yang mengambang
di lelangit yang tidak menembus ‘bumi’ (bumi
belum tercipta), sehingga hanya menerangi cakrawala. Saat Alloh belum mencipta
bumi, Alloh sebagai Cahaya
memancarkan Cahaya-cahaya-Nya ke
segala penjuru, sehingga segala penjuru terpenuhi cahaya. Akhirnya Cahaya Awwal hanya melihat cahaya-cahaya yang meliputi Cahaya Awal tersebut , yang cahaya itu
sendiri merupakan pancaran dari Diri
Cahaya. Mata Cahaya dengan cermin
cahaya-cahaya, otomatis tidak bisa mengenali Diri Cahaya (karena tidak mengandung reflektor, pemantul, cermin).
Karena itulah Alloh Menciptakan cermin yang bisa untuk mengenali Diri-Nya, yaitu cermin yang di baliknya
berwajah ‘gelap’. Wajah yang satu memantulkan Cahaya, wajah sebaliknya sebagai kegelapan yang tidak memantulkan Cahaya. Akan tetapi justru dengan adanya
kegelapan inilah wajah cermin sebaliknya bisa memantulkan Cahaya. Dengan adanya bahan baku pembuat cermin, yaitu air raksa
yang mengandung unsur cahaya, api, udara dan tanah, terciptalah barzah yang menengahi kedua wajah cermin
tersebut. Tanpa barzah ini, yang terang tidak dinamakan terang, yang gelap
tidak dinamakan gelap. Melalui cermin (manusia) lah Alloh bisa mengenali yang
wujud dan yang tiada, bisa mengenali Wujud dan yang tak wujud. Maka manusia
yang bisa mengenali ketidak wujudan, ketidak tahuan, ketidak berdayaan, ketidak
hidupan dirinya, dst. akan mengenali Alloh Yang Wujud, Yang Maha Tahu, Yang
Maha Kuat, Yang Hidup, dst. Dari sudut pandang Alloh, Alloh melihat,
menyaksikan dan mengenali Diri-Nya. Dari sudut pandang “cermin” (manusia) tanpa
bersandar pada kepekatan air raksa tak akan melihat, menyaksikan, mengenal dan
menyembah-Nya. Maka siapa saja yang bercermin melalui wajah yang tak
memantulkan, akan tidak melihat gambaran dirinya. Siapa yang bercermun melalui
wajah yang lain, akan melihat wajah dirinya. Ada seribu cermin yang saling
berhadapan sesama wajah yang memantulkan yang cermin pertama memantulkan
Cahaya, maka seluruhn ya akan tampak Cahaya. Al-mukmin mir’ah al-Mukmin.
Al-mukmin mir’ah al-mukmin. Al-Mukmin mir’ah al-mukmin. Al-Mukmin bercermin
pada mukmin, yang tampak adalah Al-Mukmin. Mukmin bercermin pada sesama
mukmin yang tampak adalah Citra Al-Mukmin. Mukmin bercermin pada Al-Mukmin, yang
tampak adalah kegelapan dirinya. Malaikat melihat sesama malaikat ?
Alloh
adalah Cahaya langit dan bumi (‘alimul ghoibi wasy-syhadah).
Perumpamaan Cahaya-Nya seperti Misbah
yang terbungkus kaca. Misbah yang
terbungkus kaca ada dalam Miskat (ceruk, lobang pada tembok
tempat menaruh dian atau misbah). Kacanya
seumpama kawkab (bintang) yang selalu
memancarkan cahaya hingga seperti karakter mutiara
(Durriyyun). Kawkab itu seperti dinyalakan dengan minyak dari pohon
mubarokah, yaitu pohon zaitun yang tidak tumbuh di Timur maupun Barat.
Hampir-hampir minyak zaitun itu menerangi (memancarkan cahaya) dengan
sendirinya meski tak tersentuh (tersulut) api (sebelumnya). Alloh adalah Cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis cahaya, gradasi Cahaya). Alloh menunjukkan Cahaya-Nya
kepada siapa yang Alloh Menghendakinya. Dan Alloh menghunjamkan
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia.
Dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.
Bumi-bumi yang pekat tercipta dari serpihan
kawkab. Tsumma rodadnaahu asfala saafiliin (asalnya adalah kawkab, dan kawkab
asalnya Matahari, lihat teori BIG BANG, Matahari Terbesar tak lain adalah
seumpama Alloh)
Kawkab tanpa kaca dan debu adalah gambaran
Sahabat Nabi dan gambaran Nabi-nabi selain Muhammad SAW.
Dengan
gradasi berbalik, Muhammad bagaikan Bulan yang bisa memantul (lebih sempurna
keabadiannya) sementara Sahabat Nabi bagaikan kawkab yang hanya bisa memancar
terus tanpa memantulkan cahaya (lebih rendah dari Muhammad dalam
ke’abdi’annya).
Semakin
makhluk bisa melesat ke kerak terluar dalam penciptaan (ujung penciptaan, yang
tentunya paling pekat dan tetap selalu berhadapan muka dengan cahaya dan cahaya
di atasnya, maka itulah makhluk debu yang paling mulia. Untuk itulah, Demi
Alloh, bumi merupakan planet termulia, yang di dalam dan permukaannya terdapat
baitulloh yang tembus ke dasar bumi dan tembus ke langit tertinggi. Bumi yang
terdapat Baitullohlah yang merupakan planet reflektor tersempurna, dibanding
planet yang lain yang permukaannya lebih terang jika kena pantulan cahaya
matahari. Bumilah yang paling pekat permukaannya sehingga jika terkena matahari
seluruh isi permukaan bumi akan tampak sebagaimana adanya. Lain dengan planet
yang lain yang jika terkena matahari (karena permukaannya ada yang berupa api
seperti marcurius dan venus, dan ada pula yang permukaannya berupa cadas dan
bebatuan yang sangat keras dan semakin jauh akan berupa es seperti pluto.
Ketika sembilan planet diterangi oleh senter yang kita pegang, maka yang paling
tidak menyilaukan mata kita yang memegang senter adalah yang paling pekat yaitu
bumi. Ketika melihat bumi dengan senter besar
menjadi jelas-jelas terlihat apa adanya apa yang ada di seluruh
permukaannya tanpa tersilaukan, tidak sebagaimana planet yang lain, maka
bumilah yang paling Alloh cintai. Sebab ketika Alloh ingin melihat bumi, Bumi
tidak ada kesombongan sama sekali (tidak menyilaukan dengan adanya kesombongan
berupa api, cadas atau es pada planet lain yang menyilaukan). Bumi sangat
bersahaja dan menyadari siapa dirinya. Walaupun di dalam perut bumi sendiri ada
sumbercahaya, bumi tak mau menampilkannya dipermukaan yang nanti akan membuat
silau mata yang memandang ketika menyorotkan senternya. Demikian pula Arwah
yang terbungkus dengan kaca dan kemudian debu, yaitu manusia. Muhammadlah
manusia yang paling Mulia. Muhammadlah yang menampakkan permukaannya
sebagaimana adanya, tanpa ditutup-tutupi sebagaimana manusia yang lain yang
masih sombong, yang menampak2kan apinya pada permukaanya seperti marcurius dan
venus atau manusia yang menampak2kan cahaya palsu karena kekerasannya seperti
planet mares atau yupiter, atau manusia yang menampak2kan kesuciannya (es)
seperti permukaan planet pluto. Muhammadlah yang paling pekat permukaan
buminya, sehingga untuk menerangi dirinya sangat bergantung dengan cahaya. Rasa
Muhammad dalam kesahajaannya, memastikan dirinya terus selalu mati (gelap) jika tidak bergantung pada
Cahaya. Tidak sebagaimana yang lain yang merasa telah bercahaya dengan
sendirinya (api) atau menampakkan kesuciannya (es). Namun di balik kepolosan
bumi Muhammad, Mata Sang Surya akan sangat mencintai kesahajaannya. Ketika Mata
memandang, Mata tidak silau. Mata Sang Surya menitikkan Air Mata ketika terharu
melihat kesahajaan Bumi. Air Matanya inilah bukti teragung bahwa makhluk yang
paling dicintai adalah Bumi. Air Mata (Air Mata dari Mata yang kiri; Ar-Rohman
dan Air Mata dari Mata yang kanan; Ar-Rohim). Berkah Kedua Air Mata inilah
Alloh hendak mengabadikan Surga dan neraka beserta isinya demi Bumi Muhammad.
Di Balik itu dalam kesendirian bumi yang gelap, bumi juga menitikkan air mata.
Wahai Sang Surya, di manakah Engkau, aku benar benar gelap dan mati tanpa
kehadiran-Mu. Jeritan tangis Bumi dari kejauhan di dengar oleh Sang Surya.
Seperti kesedihan dan jeritan seorang anak terkasih dari jauh yang sangat dirasakan
oleh sang ibu dari kejauhan. Ibunya mendekat dan mendekap, mengusap kedua mata
Bumi yang masih menitikkan air mata. Ibunya sangat peka terhadap anak terkasih.
Bagaimana tidak sementara anaknya terlahir dari dirinya ? Bagaimana Sang Surya
tidak melihat jeritan Bumi sementara di dalam perut bumi ada sesuatu yang
merupakan bagian dari Diri Sang Surya yaitu Cahaya, sebagai radar atau antena ?
(lihatlah sekali lagi teori BIG BANG, tanpa zaitun atau cahaya, Bumi tak akan
ditarik oleh Sang Surya dan dipihak lain bumi tidak bisa mengorbit dengan taat
mengitari Sang Suryabuana. Buktikanlah, tak ada satu planet pun yang di
dalamnya tidak mengandung cahaya. Tanpa cahaya ini, tak mungkin akan ada
dinamisasi, proses ubudiyyah, antara seluruh bintang dan planet dengan Sang
Surya Akbar). Jika kau julurkan tali ke dasar bumi, akan kau temui pula Alloh di
dalamnya. Bumi
menjerit lihatlah aku Wahai Sang Surya. Akan kutampakkan aku apa adanya kepada
yang paling kucinta, yaitu Engkau wahai Sang Surya. Bagi mataku, yang paling
indah adalah tatapan Mata-mu untuk semata aku. Tapi aku tidak berdaya, apakah
aku yang pekat ini akan ternyata makhluk yang paling Kau Cinta. Aku tidak
berani menatap-Mu wahai Sang Surya. Aku
Malu dan mawas diri kalau-kalau ternyata Engkau menolak cinta suciku
satu-satunya yang memang kupersembahkan semata untuk-Mu. Aku telah mengetahui,
api, bulan dan bintang sudah menampakkan keasliannya. Namun keaslian Cahaya
Diri-Mu melebihi keaslian Cahaya mereka. Demi itulah akau hanya mencintai-Mu
wahai Sang Surya. Jangan salahkan dulu penulis dengan tamsilan
seperti ini. Penulis hanya membeo dengan apa yang pernah Kekasihku (Muhammad
SAW) sabdakan. Beliau sendiri mentamsilakan nanti di akhirat seorang mukmin
akan melihat Alloh seperti Matahari yang tak menyilaukan. Sang
Surya terpaku hanya mau melihat bumi yang telah menyatakan keluguannya yang
hakiki. Lihatlah Aku wahai bumi, Aku sekarang benar-benar hanya Cinta Sejati
padamu. Cinta sucimu kini Aku terima, dan memang cinta dari dirimu saja yang
Aku terima. Aku tanggapi pula dengan Cinta Suci-Ku. Wahai Sang Surya, lihatlah
kini aku apa adanya. Aku sendiri sebelum Engkau hadir sama sekali tak
mengetahui apakah di punggungku sebelah Utara ada gunung indah penuh bunga atau
tidak. Aku juga tidak tahu sebelum sebelum Engkau hadir apakah di sebelah
Selatan punggungku ada jurang penuh kotoran yang busuk atau tidak. Jangan
bersedih, keseluruhanmu Aku mencurahkan Air Mata Ar-Rohman dari kejauhan. Hanya
jika dari dekat punggungmu Kulihat bukit yang indah, untuk punggung tersebut Ku
siramkan pula Air Mata Ar-Rohim-Ku. Dari jauh keseluruhanmu akan selalu Kutatap
dan Kucinta. Namun jangan salahkan Aku jika dari dekat Aku tak mau melihat jurang yang busuk penuh kotoran di
punggungmu sebelah kiri, Aku benci dan tak sudi melihatnya. Aku hanya mau
menatap dan mencinta punggung kananmu yang penuh bukit dengan bunga-bunga
cantiknya. Sabda Nabi,”dari awal sampai akhir, Aku tak
sudi melihat dunia”. Tapi
apakah dengan demikian Cinta Suci-Mu akan semakin berkurang setelah melihatku
apa adanya. Tidak. Sekali lagi tidak berkurang. Telah menjadi Ketetapan-Ku
bahwa engkaulah permata-Ku yang paling Kucinta. Tak akan Aku lirik
planet-planet selainmu. Jika Aku tatap kau dari kejauhan, tak ada yang paling
Kuridlo selainmu. Jika Kutatap dari dekat, Aku akan pilih-pilih mana yang lebih
Aku Ridlo. Punggungmu yang paling indah
di khatulistiwa dan sekitarnya yang tidak menyilaukan Mata-Ku melihat, itulah
yang paling Kuridlo, yaitu bukit-bukit penuh bunga yang sangat pandai merayu
dan mencintai-Ku. Namun aku juga paling benci punggung khatulistiwamu yang
terdapat jurang-jurang kotoran yang busuk. Aku tak sudi melihatnya. Seharusnya
menampakkan keindahannya padaku malah menampakkan kejelekannya. Seharusnya
gembira ria atas kehadiran-Ku malah suram wajahnya. Demikian pula Aku juga
tidak ridlo melihat punggungmu yang ada
di sebelah kutub Utara dan Selatan. Permukaannya menyilaukan mata-Ku memandang.
Gunung es nya saja aku enggan menatap, apalagi jurang-jurang di sekitarnya.
Karena kesahajaanmulah wahai bumi, satu-satunya yang Aku ridlo (dari jauh) di
banding planet yang lain. Dan karena ridlo-Ku, Aku akan mengekalkanmu. Kalau
begitu wahai bumi, ridlolah engkau dengan Ketetapan-Ku bahwa (dari dekat) Aku
akan selamanya ridlo tidak melihat (murka) dengan punggungmu yang aku benci
melihatnya. Dan dari dekat, Aku juga selamanya akan ridlo melihat (cinta)
dengan punggungmu yang aku ridlo dan cinta melihatnya. Kalau Engkau ridlo
dengan keberadaanku apa adanya wahai Sang Surya, (Demi Engkau yang aku tak
hidup tanpa-Mu) aku juga menetapkan ridlo dalam diriku untuk-Mu saja wahai Sang
Surya.
Demi
Alloh, tidak ada satu makhluk di atas bumi pun yang melebihi kesahajaan seperti
yang dibahasakan bumi selain Muhammad SAW. Dengan alasan inilah Muhammad merupakan ciptaan terakhir Alloh
yang paling Alloh cintai. Beliau SAW lah insan kamil, yang melahirkan
insan-insan kamil berikutnya yang secara berurutan adalah Rosul Ulul ‘Azmi,
Rosul-rosul yang lain, para Nabi, Wali Qutub dan seterusnya sampai Wali Akhyar
(gradasi Wali terendah). Setelah itu baru orang-orang beriman. Dan yang
terakhir adalah orang-orang kafir. Yang disebut insan kamil di sini adalah dari
derajat Wali terendah naik secara gradasi sampai ke pemipin Rosul Ulul ‘Azmi
yaitu Muhammad Al ‘Umiy. Siapa yang menggelari Al-‘Umiy dan mengapa Alloh
sangat cinta terhadap yang Alloh gelari dengan Al-‘Umiy. Al-‘Umiy adalah simbul
kegelapan bumi yang tak akan bisa melihat dirinya sendiri tanpa kehadiran Sang
Surya. Coba buka lebar-lebar akal kita semua;
1)
Jasad Muhammad dari bumi, bumi dari sempalan
kawkab, kawkab dari sempalan Samsul Akbar, Samsul Akbar dari pengembangan inti
yang tak lain adalah Cahaya.
2)
Ruh Muhammad
Muhammad yang di Sisi-Nya adalah Nur yang
selalu memancar keluar dari Sumbernya (Sumber Cahaya seumpama Matahari).
Muhammad yang di langit adalah bulan (Qomar). Muhammad yang ada dibumi adalah
Muhammad yang hidup bersama para Shabatnya, yang para Sahabatnya itu bagaikan
kawkab. Ketidak pisahan Tulisan Alloh-Muhammad di seluruh papan nama, terutama
yang amat terang tertulis di Tiang Arsy, adalah seumpama ketidak pisahan
Matahari dengan cahayanya yang selamanya memancar ke luar. Alloh (Matahari)
bisa menerangi Diri dan melalui Cahaya-Nya (Nur Muhammad) menerangi
sekelilingnya.
Jeritan kafiri (cemberut jurang jurang kotor mewujud
dalam Istigfar Muhammad). Istigfar Muhammad menurunkan hujan; mana yang tanah
akan semakin subur, mana yang tetap batu akan tidak menumbuhkan apa-apa selain
lumut. Lumayan tumbuh lumut seperti Abu
Tholib yang ringan siksa ?????
Di permukaan bumi, Muhammad adalah makhluk
terakhir yang Alloh bangga dengannya (DNA nya di ambil dari Adam, yang
merupakan DNA terbaik yang akan masuk ke jasad Yang terbaik. Adapun turunan
Beliau SAW selanjutnya, DNAnya sudah mulai turun, kadang baik (tapi tidak
sebaik DNA Muhammad SAW, kadang turun lagi begitu seterusnya hingga semakin
merosot sampai datangnya kiamat. Karena ada unsur Nur inilah sehingga Beliau
adalah Al-basyar la kal basyar.
Sebagaimana
digambarkan oleh Alloh Sendiri dalam Surat An-Nur ayat 35, Alloh adalah Sumber
Cahaya (jika diumpamakan dengan alam indra adalah seperti Matahari). Cahaya
yang memancar ke luar dari Sumbernya, itulah yang sejatinya disebut dengan Nur
Muhammad. Nur Muhammad adalah akar kejadian, bahan baku penciptaan alam semesta.
Teori penciptaan yang sebenarnya sulit diterangkan oleh manusia selain dengan
teori emanasi, yaitu pancaran cahaya yang secara gradasi memancar ke luar
membentuk tingkatan-tingkatan cahaya (lapisan cahaya) yang juga menunjukkan
tingkatan jenis makhluk (penampakan dari yang bathin). Ada yang Malaikat, ada
yang para Nabi dan Rosul, ada yang para Wali, orang mukmin, orang kafir, alam
semesta , surga maupun neraka, dst. Mula-mula mereka semua berujud arwah
(kemurnian cahaya), kemudian ada yang tidak dibungkus dengan debu (sari
tumbuhan) yaitu Malaikat atau Syetan (kebalikan ‘biji mata uang’ Malaikat),
kemudian ada yang dibungkus dengan debu yaitu hewan. Ada juga kemudian yang
dibungkus dengan kaca dan debu yaitu manusia.
Robbul
Masyriqoini Wa Robbul Maghribain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar